Akun
user@gmail.com
Beritabali ID: 738173817
Langganan

Beritabali Premium Tidak Aktif
Nikmati akses penuh ke semua artikel dengan Beritabali Premium
Aktif sampai 23 Desember 2025
New York, USA (HQ)
750 Sing Sing Rd, Horseheads, NY, 14845Call: 469-537-2410 (Toll-free)
hello@blogzine.comTempat Olah Sampah Jadi Energi di Pelindo, Rentin: Kita Berharap Tidak Ada Penolakan

beritabali/ist/Tempat Olah Sampah Jadi Energi di Pelindo, Rentin: Kita Berharap Tidak Ada Penolakan.
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik atau Waste to Energy (WTE) di Kota Denpasar akhirnya menemukan titik terang setelah bertahun-tahun tertunda. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali memastikan lokasi pembangunan WTE akan ditempatkan di kawasan Pelindo III Benoa, Denpasar.
Kepastian itu disampaikan Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Rentin, usai menghadiri Pelatihan Peningkatan Kapasitas Jurnalis Peliputan Bencana Alam, Sabtu (4/10/2025).
“Untuk WTE (Waste To Energy) pengelolaan sampah menjadi energi listrik kami sedang berproses dan akhirnya sampai pada keputusan terutama penentuan lokasi. Memang sempat muncul berbagai wacana, ada yang menyebut TPA Temesi maupun TPA Suwung, tapi semua itu terbantahkan,” jelasnya.
Menurut Rentin, hasil kesepakatan antara Gubernur Bali, Bupati Badung, dan Wali Kota Denpasar memutuskan lokasi pembangunan WTE tidak berada di TPA Suwung maupun Temesi, melainkan di kawasan Pelindo Benoa.
Dari total 16,5 hektar lahan yang tersedia, sekitar 6 hektar di antaranya akan digunakan khusus untuk fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik. Keputusan ini disebut telah melalui kajian mendalam, termasuk kesesuaian tata ruang dan potensi pengembangan energi terbarukan.
Rentin menambahkan, pihaknya kini tengah menunggu Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum utama untuk menggerakkan proyek strategis ini.
“Saat sekarang kami sedang menunggu regulasi pertama dan utama yaitu peraturan presiden ini payung yang memayungi gerak langkah kita di daerah tidak hanya Bali, tidak hanya Denpasar tetapi 3 daerah Provinsi lain yang prioritas pertama DKI Jakarta, kedua Yogyakarta, ketiga Bali, ini akan didorong untuk segera mungkin teraplikasi pengolahan sampah menjadi energi listrik,” bebernya.
Proyek WTE ini diharapkan menjadi langkah besar Bali dalam mengatasi persoalan klasik sampah sekaligus memasuki era energi bersih berkelanjutan.
Rentin menyebut, dari total timbulan sampah sebanyak 3.400 ton per hari di seluruh Bali, tahap awal proyek ini akan berfokus pada dua wilayah, yakni Denpasar dan Badung.
"Pimpinan memutuskan langkah awal mengakomodir dua daerah kota Denpasar dan Kabupaten Badung, hasil pendataan secara persyaratan per harinya jumlah timbulan sampah sudah sesuai persyaratan, Denpasar lebih dari 700 ton per hari, Badung 350 ton per hari, ini masih bisa berkembang," jelasnya.
Karena proyek ini melibatkan dua daerah lintas kabupaten/kota, Pemprov Bali ditunjuk pemerintah pusat sebagai leading sector. Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Bali bertugas melengkapi seluruh dokumen, perizinan, serta persiapan teknis.
Rentin menambahkan, Denpasar dan Badung kini tinggal menyiapkan anggaran biaya angkut, sementara tahap berikutnya adalah uji publik kepada masyarakat di sekitar kawasan Pelindo.
“Kita berharap tidak ada penolakan dalam tanda kutip, kita berharap ini salah satu strategi kita di hilir dalam rangka menuntaskan persoalan sampah yang ada di Provinsi Bali,” ujarnya.
Selain pembangunan WTE, Pemprov Bali juga menargetkan penambahan 42 TPS3R berbasis desa di wilayah Denpasar dan Badung untuk memperkuat pengelolaan sampah di tingkat sumber.
Kendati WTE berjalan, kebijakan pemilahan sampah berbasis sumber tetap diwajibkan karena akan memengaruhi nilai kalori sampah dan efisiensi energi yang dihasilkan.
Rentin menjelaskan, penerapan WTE di Bali berbeda dari proyek sebelumnya di daerah lain yang gagal karena model bisnisnya telah disempurnakan.
“Kenapa perbandingan di beberapa daerah terjadi kegagalan penerapan vissel karena nilai listrik yang dibeli oleh PLN dulu kisaran 3 sen sekarang diwajibkan antara 20 sen per KwH artinya relatif besar. Sehingga vissel yang diterapkan sekarang jauh lebih berbeda dari vissel yang diterapkan vissel sebelumnya yang ada tipping fee, sekarang nol tipping fee jadi Pemda tidak perlu mengeluarkan biaya apa-apa,” terangnya.
Ia juga menegaskan, proyek WTE wajib beroperasi 24 jam tanpa henti, dengan suhu pembakaran minimal 800 derajat Celsius untuk mencegah pencemaran udara dan air. Jika pasokan sampah kurang dari 1.000 ton per hari, investor diizinkan mengambil dari TPA Suwung sebagai cadangan.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/tim
Berita Terpopuler
ABOUT BALI

Film Dokumenter Hidupkan Kembali Sejarah Tari Kecak di Bedulu

Makna Tumpek Landep Menurut Lontar Sundarigama

Tari Sanghyang Dedari Nusa Penida Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Mengenal Tetebasan Gering, Topik Menarik di Festival Lontar Karangasem
