Koster Tegaskan Donasi ASN Sukarela, GPS: Rawan Pidana Korupsi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Gubernur Bali I Wayan Koster buka suara terkait beredarnya dokumen donasi wajib untuk korban banjir dengan nominal tertentu bagi ASN dan guru di media sosial.
Koster menegaskan sumbangan tersebut bukanlah kewajiban, melainkan murni sukarela atas dasar kegotongroyongan.
"Itu dana gotong royong sukarela, baru saya menerima bantuan sukarela dari FLJK Rp100 juta, dari OJK Rp200 juta kemudian dari pegawai BPD Bali Rp400 juta, itu inisiatif kegotongroyongan ada masalah bencana sebab karena musim hujannya sampai bulan November lagi sampai Februari," ujar Koster, Kamis (18/9/2025).
Ia menegaskan, ASN maupun pihak lainnya tidak diwajibkan ikut serta dalam penggalangan dana tersebut.
"Itu sukarela kalau mau ikut ya silakan ga juga gapapa," lanjutnya.
Terkait adanya nominal sumbangan yang disebutkan, Koster menyebut hal tersebut wajar lantaran masing-masing pihak memiliki kemampuan berbeda.
"Ya wajar dong ada yang ngasi banyak kepala dinas, kalau saya Rp50 juta ngasi, kerelaan aja. Ada yang namanya kebutuhan kemanusiaan, apa itu masalah, ga perlu SK, OJK BPD ngasi bantuan ga pake SK," tandasnya.
Sementara itu, politisi Gede Pasek Suardika (GPS) menilai langkah Pemprov Bali sangat berbahaya bila donasi tersebut bersifat wajib. Menurutnya, pungutan tanpa dasar hukum bisa masuk kategori tindak pidana korupsi.
“Pungutan, iuran berbaju Sumbangan wajib yang digagas Pemprov Bali ini bentuk kebijakan memanfaatkan bencana untuk mengumpulkan dana yang tidak ada parameter pertanggungjawabannya. Ini adalah kebijakan rawan korupsi menumpang di balik momentum bencana yang terjadi,” kritik Pasek Suardika.
Ia menilai ada sejumlah kejanggalan, mulai dari tidak adanya SK resmi, hingga besaran nominal yang ditentukan sepihak. Menurut informasi yang ia terima, rentang sumbangan bagi pendidik ditetapkan antara Rp150 ribu hingga Rp1,25 juta, sedangkan ASN dan P3K umum antara Rp150 ribu sampai Rp3 juta.
“Jika diperkirakan ada 43 ribuan ASN dan P3K provinsi Bali maka bisa dibayangkan besarnya dana yang dikumpulkan tanpa dasar hukum. Yang menentukan besaran ini pejabat sadis,” kata Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) ini.
Selain itu, Pasek juga menyoroti adanya kewajiban bagi ASN yang menolak untuk menulis identitas lengkap dan menyerahkan foto, yang menurutnya sama dengan bentuk tekanan psikologis.
Ia menegaskan pungutan tanpa payung hukum jelas berpotensi menjadi tindak pidana sesuai UU Tipikor.
“Pungutan yang tidak memiliki dasar hukum adalah pidana. Dan jika dibiarkan maka aparat penegak hukum gagal jalankan tugasnya di Bali. Jangan heran jika Bali Pulau Surga.. Surga bagi Koruptor,” tutup Pasek Suardika.
Editor: Redaksi
Reporter: bbn/tim