search
light_mode dark_mode
Banjir Denpasar, Koster Bantah Karena Alih Fungsi Lahan, Walhi Tunjukkan Data 780 Hektare

Jumat, 12 September 2025, 22:56 WITA Follow
image

beritabali/ist/Banjir Denpasar, Koster Bantah Karena Alih Fungsi Lahan, Walhi Tunjukkan Data 780 Hektare.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Banjir besar yang melanda sejumlah titik di Kota Denpasar memicu perdebatan soal penyebab utamanya. Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan bencana tersebut bukan akibat alih fungsi lahan di Denpasar.

"Enggak juga. Ahli fungsi lahan kan di Badung, di Gianyar. Di Badung kan di daerah-daerah Kuta Utara, ini kan hulu-nya jauh. Bukan ahli fungsi lahan, ini lintasan sungainya kan di Kuta, hilirnya kan di sini," ujar Koster saat meninjau pembongkaran bangunan di Jalan Sulawesi, Denpasar, Kamis (11/9) sore.

Koster menambahkan pihaknya akan melakukan evaluasi dengan menelusuri sungai-sungai besar, terutama Tukad Badung, dari hulu hingga hilir. Langkah ini dilakukan untuk melihat kondisi ekosistem sungai serta potensi kerusakan lingkungan yang dapat memicu banjir.

"Kita akan menelusuri sungai-sungai besar dari hulu sampai hilir, kita akan melakukan penilaian lapangan, apakah di hulu sungainya ada kerusakan terhadap ekosistem," katanya.

Berbeda dengan pernyataan Koster, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menegaskan alih fungsi lahan justru menjadi penyebab utama rentannya Bali terhadap banjir.

"Salah satu data atau acuan kami, terkait dengan (ahli fungsi lahan di Denpasar) yang kita lihat dari spasial itu memang ada terbukti dan ada 780 (lebih) hektare itu yang berubah dalam kurun waktu 2018-2023," ujar Direktur Eksekutif Walhi Bali Made Krisna Dinata alias Bokis, Kamis (11/9) malam.

Menurutnya, penyusutan lahan sawah tidak hanya terjadi di Denpasar, tetapi juga di kawasan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan). Walhi mencatat penurunan lahan pertanian di Denpasar mencapai 784,67 hektare atau 6,23 persen dalam lima tahun terakhir.

Bokis menyebut hilangnya sawah dan sistem subak menyebabkan air hujan tidak tertampung dengan baik. "Bahkan menurut Prof Windia (Pakar Subak) setiap 1 hektare sawah mampu menampung 3.000 ton air apabila tinggi airnya 7 cm. Apabila lahan pertanian dan subak semakin banyak berubah atau beralih fungsi menjadi bangunan, tentu hal tersebut akan mengganggu sistem hidrologis air alami yang ada," jelasnya.

Walhi menilai penerapan tata ruang di Bali masih lemah. Banyak pembangunan akomodasi pariwisata melanggar sempadan pantai, sungai, bahkan dilakukan di kawasan rawan bencana.

"Penerapan tata ruang Bali amat buruk. Itu kami lihat ketika mendapati berbagai rencana pembangunan yang acapkali melabrak tata ruang," ujarnya.

Bokis menegaskan perlunya langkah nyata, mulai dari moratorium pembangunan akomodasi pariwisata, penegakan tata ruang, pemulihan lahan kritis di hulu, hingga penghentian proyek besar yang mengorbankan lahan pertanian.

"Justru ketakutan saya itu terkait dengan besaran atau impact-nya itu akan mengarah ke lebih yang serius," pungkasnya. (sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami